Ku
awali Ujian Nasional hari itu dengan rasa optimisme dan semangat yang ku harap
tak pernah padam baranya. Berharap hasil maksimal dan bisa wujudkan cita mulia
ku agar bisa menimba ilmu di bangku perkuliahan tanpa harus memeras keringat
ayah dan ibu lebih dan lebih lagi.
Untuk kesekian kalinya
mulut ini mengucapkan apa yang ingin di ungkap hati yang penuh harap dan
kecemasan.“Ibu, aku ingin kuliah...” atau “Ayah, mungkin tidak ya, tahun ini
aku belajar di Universitas itu?” dan kata-kata nasehat lembut ayah dan ibu
selalu membuat hati ku bergetar, kata-kata yang bisa membuat ku lemah dalam
sekejap namun terkadang juga mampu menyihir lemah ku menjadi ketegaran dan
semangat yang luar biasa.
Kadang kata-kata ayah
dan ibu seakan menghapus mimpi-mimpi indah ku. Mengalirkan semua semangat dan
harapan, pergi menjauhi ukiran mimpi yang setiap hari selalu aku munajatkan
pada Tuhan, mimpi dan cita-cita indah itu seakan menjauh dari nurani,
ya...mengalir dan terhanyut entah kemana akan bermuara, hilang menguap dan
hanya menyisakan kekecewaan. Namun terkadang nasehat itu juga membuat ku
semakin terpacu untuk meraih apa yang aku cita-cita kan dan kadang menegarkan
ku agar tetap bertahan dengan bara semangat yang pantang untuk dipadamkan.
Semakin besar hasrat ku
untuk merubah batas-batas yang Ayah dan Ibu sampaikan padaku, keadaan ekonomi
yang membatasi dan mempersempit ku akan aku rubah menjadi ruang bebas untuk
berkarya dalam prestasi, menjadi ruang bebas untuk menorehkan kebanggaan Ayah
dan Ibu, menjadi ruang bebas untuk membangun diri dan negeri, dan yang pasti
batas-batas itu akan aku ubah menjadi ruang bebas untuk menampung seluruh angan
dan cita ku. Ayah dan Ibu, nasehat mereka selalu memberi warna dalam kanvas
motivator ku.
Ayah dan Ibu yang luar
biasa, aku bangga menjadi milik mereka. Aku memang berada di keluarga yang
kurang mampu dalam hal ekonomi, namun aku sadar bahwa aku kaya, terlampau
banyak mimpi yang menunggu untuk diwujudkan, terlampau banyak kasih sayang ayah
dan ibu yang tak ter ukur dengan lembaran rupiah, terlampau banyak motivasi
dari sahabat dan kawan-kawan yang tak pernah lelah menggenggam ku saat aku
letih, merangkul ku saat aku berkeluh kesah, menemani ku berjalan saat semangat
ku lelah untuk berlari, menegakkan ku saat semangat ku mulai letih untuk tegap
berdiri. Mereka adalah harta yang berharga dalam dunia ku. tak peduli se miskin
apapun keluarga ku, aku harus tetap kaya akan mimpi, motivasi, prestasi,
semangat dan harapan yang selalu terukir dalam lembar-lembar langkah kehidupan
ku.
Tahun ajaran 2014/2015,
di tahun itu aku di wisuda dari SMK tercinta, lulus dengan hasil yang melebihi
target pencapaian, menjadi yang terbaik diantara teman-teman se-jurusan, bahagia
memang, namun SNMPTN gagal aku takhlukkan, saat itu aku terbayang nasehat Ibu
yang menyarankan agar aku bekerja dahulu dan mendaftar tahun depan. Aku mulai
memikirkan kecemasan Ayah dan Ibu, mereka pastilah lebih gundah dari ku, gundah
karna tak yakin bisa membiayai anak nya, betapa sedih mereka yang berfikir
keras agar aku tidak kecewa, agar aku bisa menerima keadaan. Hati ku mulai
sedih, namun mimpi ku tak mau berhenti menyala, mimpi itu tetap hadir setiap
kali aku membuka mata, cita-cita itu tetap berpijar disetiap kali aku bernafas
dan berpijak di bumi. Akhirnya aku ikuti SBMPTN, semakin berat medan tempur ku,
semakin berat beban langkah ku, pengetahuan yang aku dapat di SMK kurang
mencukupi untuk menjawab soal-soal ujian tulis itu. Dari kawan-kawan ku yang menimba ilmu di SMA aku belajar, mereka tak
lelah berjuang bersama ku, tak lelah menyemangati ku.
Tes SBMPTN tak murah
bagi ku, lagi-lagi finansial terlalu membatasi ku, namun aku berusaha sekuat
tenaga, tak peduli keringat di hati, tak peduli letih yang selalu menghiasi.
Untuk biaya tambahan aku mencoba melamar pekerjaan sampingan di toko baju di
daerah pasar Pedan, kabupaten Klaten. Dengan upah Rp 20.000,- per hari aku
kumpulkan, dan alhamdulillah cukup untuk pendaftaran tes SBMPTN sebesar
Rp.100.000,-. Pagi sampai sore aku habiskan waktu di toko itu, dan malamnya aku
belajar sambil membuat keset anyam untuk dijual. Waktu itu aku terlalu
berambisi lolos SBMPTN, aku tak bisa les di tempat bimbingan belajar yang
relatif mahal menurutku, saat aku mendapat info dari kakak kelas di SMK ku
tentang SANLAT BPUN (pesantren kilat dan bimbingan pasca ujian nasional) yang
gratis dengan fasilitas bimbingan belajar untuk menghadapi SBMPTN di kabupaten
sragen, aku mengikutinya dan berharap mendapat tambahan bekal untuk menghadapi
tes SBMPTN. Setiap hari aku terbayang bisa kuliah dan mendapat beasiswa bidik
misi dari Dikti. Membayangkan hal itu aku semakin bersemangat belajar dan mengumpulkan
uang untuk bekal kuliahku agar tak terlalu membebani ayah dan ibu.
Saat tiba pengumuman
SBMPTN tak ku sangka aku tidak lolos, dan kecewa kembali melanda. Saat semangat
kembali terpatahkan, dan hati kembali berusaha bangkit dan menegarkan
cita-cita, aku tak kan menyerah sampai disini. Aku yakin masih ada pintu yang
terbuka, aku yakin masih ada jalan yang terbentang. Aku yakin Tuhan punya
rencana yang lebih indah dari apa yang aku rencanakan.
Dari senior di SANLAT,
aku mendapat info beasiswa bidik misi di AMIKOM Yogyakarta, dengan
sungguh-sungguh dan penuh pengharapan aku mempersiapkan semua persyaratan dan
melaksanakan tes interview. Selepas tes interview aku dinyatakan lolos, namun
belum selesai sampai di pengumuman ini. aku masih harus menunggu sampai
pengumuman beasiswa bidik misi dari dikti. Beberapa minggu terlewati dan tiba
saat pengumuman bidik misi di Amikom. Saat jemari ku menari diatas anyaman
keset malam itu, aku mendengar deringan hp ku dimeja. Saat sms itu aku buka,
satu pesan dari kakak senior ku, mengabarkan bahwa aku lolos seleksi bidik misi
Amikom. Sujud Syukur dan lafalan hamdalah aku panjatkan pada Tuhan. Pelukan dan senyum bahagia Ayah dan Ibu
semakin meyakinkan ku bahwa aku siap memulai perubahan dalam batas-batas ku,
aku siap merubah seluruh keterbatasan menjadi ruang bebas untuk berkarya dalam
prestasi. Mengukir senyum kebanggaan Ayah dan Ibu dengan perwujudan
mimpi-mimpiku selanjutnya.
Kawan-kawan, batas
adalah sesuatu yang menunggu untuk kita lewati. Tak peduli keterbatasan apa
yang kita miliki, perjuangan pantang untuk terhenti. Tak peduli seberapa hasil
yang kita nikmati, itulah yang sepatutnya selalu kita syukuri. Meski gagal dan
gagal lagi, percayalah kawan, Tuhan tak pernah pilih kasih dalam berbagi dan
memberi. Saat kau gagal percayalah bahwa Tuhan akan beri yang lebih baik. Dan
saat kau berhasil jangan lupakan mereka yang gagal, rangkul mereka, ajak mereka
berlari bersama kesuksesan mu, bersama meleburkan batas-batas menjadi ruang
bebas untuk bermimpi dan berprestasi.